Kamis, Juli 10, 2008

Mampukah Aku?

Mampukah Aku

Sungguh,
Aku tak seperkasa Thalhah
yang pada perang Uhud
Puluhan luka di tubuhnya
Juga jari jemarinya putus

Dan betapa mulianya
Sang Abdurrahman
yang ketika Rasul berkata
Kau orang kaya
Masuk surga dengan merangkak
Pinjamkanlah hartamu pada Allah
Agar langkah kakimu ringan
Ibnu Auf pun menangis
Tak ragu lagi ia
Tuk infakkan seluruh harta
Subhanallah....

Kamar Belakang, 12 Feb ’08

Tersenyumlah

Tersenyumlah

Tersenyumlah, karena senyum itu indah
Tersenyumlah, karena senyum itu sedekah
Tersenyumlah, karena senyum itu mudah
Tersenyumlah, kau ’kan bahagia

Lagi, lagi kau buat ketidakbahagiaan orang lain
Karena wajahmu yang selalu tidak bahagia
Tersenyumlah, itu kan hak saudaramu
Sering kau lupakan itu

Tersenyumlah, walau cobaan kian hari kian rumit
Tersenyumlah, walau tak selalu sama wajah yang kau terima
Tersenyumlah, karena apa lagi yang akan membuatmu bahagia
selain dari kebahagiaan orang lain
Tersenyumlah, tersenyumlah.

Apa yang Tersisa

Apa yang Tersisa?

Kulihat langit begitu terang di malam raya
Mataku pun tertuju pada kemilaunya
Percikan kembang di udara
Inilah kotaku

Senang rasanya hati ini
Menakhubkan menatapi waktu
yang terus bergulir di menara
Menara yang jadi kebanggan kota ini
Manusia menyebutnya ”gadang”

Inikah kotaku?
Sesaat setelah ku takjub
Sesaat setelah kuucapkan ”Subhanallah”
Masih lisan ini juga ”Aduhai....”

Apa yang tersisa dari sekejap Ramadhan
Kegembiraan yang tak berujung kebahagiaan
Pasalnya, aku bersorak, aku berteriak lantang
”Ah..... Lega.....”
Seakan baru keluar dari sempitnya ruang Ramadhan
Seakan baru selesai thaharah ku bersiap untuk pergi ke kubangan

Apakah yang tersisa?
Lupa, lupa, lupa
Dimana air mata
Tak kau selami air mata di kala takbir
”Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”
” La ilaha illallahu Wallahu Akbar”
” Allahu Akbar Walillahilhamd”
Ramadhanku masih amat kosong!

Medan, 17 Nop’06

Sepi Hati

Sepi Hati (Perjalanan Sumbar 18-28 Oktober ’06)


Kulangkahkan kaki, Bismillahi
Dari Tanah Deli
Mobil besar beserta orang-orang dimuatnya

Bahagia batin saat malam
Oh, ku tak punya daya menyeka air mata
Air mata muhasabah yang tak terbendung

Kupijakkan Tanah Aur Kuning
Tanah yang tak pernah kurasakan sejak berapa tahun
Perjalanan itu pun dimulai
Mata ini sendiri menyaksikan
Sungguh luar biasa Minangkabau
Walau tak pernah ku terlahir
Di tanah nagari
Kumiliki
Batin tak mendustai
Darahku mengalir disini

Sepi hati di tengah keramaian
Sendiri tak mengerti
Ada apa gerangan
Sepi hati yang tak terjawab
?!?!?!

Medan, 18 Nop ’06

Jumat, Juli 04, 2008

Perjalanan Ekonomi Islam


 Sesungguhnya pada masa Rasulullah SAW, nilai-nilai ekonomi islam telah diaplikasikan ke dalam kehidupan dengan mengacu kepada nilai-nilai universal yang berlaku untuk seluruh manusia seperti kejujuran, amanah, tanggung jawab, peduli, kerja keras, adil, cerdas, dan lainnya. Nilai-nilai ini dengan baik dilaksanakan oleh Nabi ketika menjadi pemimpin umat dan pemimpin negara. Penggantinya pun melaksanakan nilai-nilai ini dengan baik, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali, bentuk pemerintahan berubah menjadi dinasti dimana pelaksanaan nilai-nilai universal tersebut tetap ada meskipun terjadi pasang surut.

Revolusi sosial pasca hijrah (awal periode Mekah) yang ditandai dengan adanya pengaturan-pengaturan ketat melalui instruksi Nabi Muhammad SAW mengakibatkan kegiatan ekonomi tidak lagi sederhana. Kota Mekah ketika itu menjadi pusat perdagangan, sebagai penghubung jalur perekonomian Samudera Hindia (wilayah timur) dengan Laut Tengah (wilayah barat). Suq al-Madinah (pasar Madinah) merupakan pasar yang direkayasa oleh Nabi SAW terhadap pasar Qainuqa yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Timbulnya pola pelembagaan keuangan seperti amil zakat (periode Nabi SAW), dan bait al-mal (periode Umar bin Khatab) semakin memperlihatkan arahnya menuju sistem pengaturan ekonomi yang terorganisasi, walau masih sederhana dan bersifat sementara.

Kunci keberhasilan pengaturan kenegaraan yang termasuk pengaturan kegiatan ekonomi di didalamnya adalah dakwah dan pemikiran. Pemikiran Nabi yang kemudian dilanjutkan para Sahabat yang begitu cemerlang senantiasa berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.. Namun apalah hendak dikata, terjadi transisi imperium Islam ke imperium kafir di abad 17 hingga sekarang yang berangsur perlahan, dimulai dari masuknya pemikiran asing ke tubuh kaum muslimin dan khilafah. Akibatnya khilafah Turki Usmani benar-benar dibubarkan tahun 1924, namun sebelumnya dia sudah seperti digerogoti kanker yang kronis selama lebih dari dua abad.